Minggu, 01 Juni 2014

Umdahtul ahkam hadits 19

�� FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 

�� HADITS KESEMBILANBELAS ��

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ «دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَأَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي، وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ فَأَبَدَّهُ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بَصَرَهُ. فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضَمْتُهُ، فَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَاسْتَنَّ بِهِ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ، فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: رَفَعَ يَدَهُ - أَوْ إصْبَعَهُ - ثُمَّ قَالَ: فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى - ثَلَاثًا - ثُمَّ قَضَى. وَكَانَتْ تَقُولُ: مَاتَ بَيْنَ حَاقِنَتِي وَذَاقِنَتِي»
وَفِي لَفْظٍ «فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إلَيْهِ، وَعَرَفْتُ: أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ: آخُذُهُ لَكَ؟ فَأَشَارَ بِرَأْسِهِ: أَنْ نَعَمْ» هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِيِّ وَلِمُسْلِمٍ نَحْوُهُ.

"Dari Aisyah_radhiyallahu 'anha berkata: "Suatu ketika Abdurrahman bin Abu Bakr masuk ke rumah sambil membawa kayu siwak yang biasa dia pakai, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersandar di dadaku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat kepadanya. Lalu aku mengambil siwak tersebut, kemudian aku lembutkan (ujung siwak) dan aku rapikan, setelah itu aku berikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengannya. Aku tidak pernah melihat sebelumnya beliau bersiwak sebaik itu. Setelah selesai, beliau mengangkat tangannya, atau jarinya seraya berkata; 'Arrafiiqul A'laa, Arrafiiqul A'laa  sebanyak tiga kali. Lalu beliau wafat. Aisyah_radhiyallahu 'anha  berkata; 'Beliau wafat di antara dagu dan leherku'." [HR. Al Bukhari – Muslim]

Dalam riwayat lain: Kemudian aku melihat beliau melihat kepadanya. Aku tahu kalau beliau menyukai siwak. Maka aku katakan kepada beliau; 'Aku ambilkan untukmu? Beliau memberi isyarat dengan mengangguk. [HR. Al Bukhari]

�� Faedah yang terdapat dalam Hadits:

1. Disunnahkan bersiwak dengan siwak yang masih basah.

2. Boleh bagi seseorang bersiwak dengan siwak orang lain, namun setelah dia bersihkan dan dirapikan ujungnya.
⛔ Disebutkan oleh para ulama, bahwa hal ini jika dia tidak jijik dengan bekas mulut orang tersebut, seperti istri, anak, saudara karib atau teman. Selain mereka, jika dia jijik maka jangan memakai siwaknya.

3. Keutamaan bersiwak, yang mana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senang sekali dengan siwak, sampai-sampai beliau bersiwak menjelang wafatnya.

4. Diantara keutamaan-keutamaan 'Aisyah_radhiyallahu 'anha dari istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang lainnya yang disebutkan dalam hadits ini:
 a. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebelum meninggal bermalam dirumah 'Aisyah_radhiyallahu 'anha yang mana bertepatan dengan gilirannya dan meninggal dirumahnya. Ini menunjukan tingginya kecintaan beliau kepada 'Aisyah_radhiyallahu 'anha.

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ، فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ: أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: «عَائِشَةُ» قُلْتُ: مِنَ الرِّجَالِ؟ قَالَ «أَبُوهَا» قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «عُمَرُ» فَعَدَّ رِجَالًا

"Dari Amru bin Al Ash, bahwa Rasulullah pernah mengutusnya untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam perang Dzatus Salasil. Amru bin Al Ash berkata; Aku menemui Rasulullah seraya bertanya; Ya Rasulullah, siapakah orang yang engkau cintai? Rasulullah menjawab; 'Aisyah.' Lalu saya tanyakan lagi; Kalau dari kaum laki-laki, siapakah orang yang paling engkau cintai? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ayah Aisyah (Abu Bakr).' saya bertanya lagi; lalu siapa? Rasulullah menjawab: 'Umar bin Khaththab.' Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang sahabat lainnya." [Muttafaqun 'alaihi]

 b. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggal di pangkuan dan pelukan 'Aisyah_radhiyallahu 'anha. Hadits ini merupakan bantahan terhadap aqidah sesat Rafidhah, yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggal dipangkuan 'Ali_radhiyallahu 'anhu.
 c. Bersatunya air liur 'Aisyah_radhiyallahu 'anha  dengan air liur Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau wafat, sebagaimana yang ditunjukan dalam riwayat Al Bukhari.
 d. Kecerdasan 'Aisyah_radhiyallahu 'anha yang sempurna, yang mana dia langsung tanggap dengan apa yang diinginkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. 'Aisyah _radhiyallahu 'anha merupakan wanita yang paling faqih (berilmu) pada umat ini.

5. Keutamaan Abu Bakr dan Keluarganya, yang mana 4 keturunan berturut-turut semua shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka adalah; Abu Quhafah (Ayah dari Abu Bakr), Abu Bakr, Abdurrahman bin Abi Bakr dan Muhamad bin Abdurahman bin Abu Bakr.

6. Boleh bagi ipar/ saudara istri masuk kerumah suaminya, jika memang disukai olehnya.

7. Semangatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam mengamalkan sunnahnya sampai menjelang wafatnya.

8. Berkata Ibnu Hajar_rahimahullah: "Tidak ada perselisihan (dikalangan para ulama) bahwa wafat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari senin bulan Rabi'ul Awal."

�� Masalah: Pada tanggal berapa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?

Para ulama berselisih pendapat dalam penentuan tanggal berapa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggal.
��Jumhur ulama menyatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggal pada tanggal 12 Rabi'ul Awal.
��Sebagian ulama yang lainnya menyatakan bahwa Nabi meninggal pada tanggal 2 Rabi'ul Awwal, ini adalah pendapat yang dipilih oleh As Suhaili dan Ibnu Hajar.

Masalah: Umur Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggal berumur 63 tahun, ini adalah pendapat jumhur ulama, dalil mereka:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «مَكَثَ بِمَكَّةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ، وَتُوُفِّيَ وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِتِّينَ»

"Dari Ibnu 'Abbas_radhiyallahu 'anhuma "Sesungguhnya Rasulullah menetap di Makkah selama tiga belas tahun, dan beliau meninggal ketika berusia enam puluh tiga tahun." [HR. Al Bukhari - Muslim]

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «تُوُفِّيَ وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِتِّينَ سَنَةً»

"Dari 'Aisyah_radhiyallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wafat pada usia enam puluh tiga tahun." [HR. Al Bukhari - Muslim]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: «قُبِضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِتِّينَ، وَأَبُو بَكْرٍ وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِتِّينَ، وَعُمَرُ وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِتِّينَ»

"Dari Anas bin Malik_radhiyallahu 'anhu, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat pada usia enam puluh tiga tahun, Abu Bakar pada usia enam puluh tiga tahun, dan 'Umar pada usia enam puluh tiga tahun juga." [HR. Muslim]

 Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_2 Rabi'ul Awal 1435/3 Jan. 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah ��]

~•~~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Jumat, 30 Mei 2014

Umdahtul ahkam hadits 18

 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 

 HADITS KEDELAPANBELAS

 عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ.»

 "Dari Hudzaifah ibnul Yaman_radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila bangun malam, maka beliau menggosok mulutnya dengan siwak." [HR. Al Bukhari – Muslim]

 Faedah yang terdapat dalam hadits:

. Disunnahkan bersiwak ketika bangun tidur malam, baik bangunnya untuk berdzikir, shalat tahajjud, ingin ke kamar mandi, makan sahur atau yang lainnya. Hadits diatas bersifat umum. Disebutkan sebagian ulama bahwa hadits tersebut mencakup pula bangun tidur siang, karena sebab disyariatkan bersiwak setelah bangun tidur karena adanya perubahan bau mulut setelah bangun tidur.

. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat menyukai kebersihan dan tidak menyukai bau yang tidak sedap. Oleh karena itu, disyariatkan atas kita untuk senantiasa menjaga kebersihan, baik kebersihan badan, pakaian, rumah, masjid dan yang lainnya.

. Diantara faedah bersiwak adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim_rahimahullah, beliau berkata: "Menjadikan bau mulut wangi, menguatkan gusi, menghilangkan lendir, menerangkan pandangan mata, menghilangkan warna kuning (pada gigi), menyehatkan lambung, menyaringkan suara, membantu pencernaan makanaan, melancarkan aliran suara, memotivasi untuk membaca, berdzikir dan shalat, mengusir rasa kantuk, diridhai Allah, disenangi malaikat dan menambah amal kebaikan. [Tibbun Nabawi hal 243 dan Zaadul Ma'aad juz 4 hal 296]  

. Permasalahan yang berkaitan dengan siwak:

Masalah: apakah bersiwak dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri?

✔Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini;
Pendapat pertama: disunahkan dengan tangan kanan, karena siwak termasuk dalam bab thaharah dan kebersihan, dalil yang menunjukan hal ini hadits 'Aisyah yang telah lewat (hadits kesembilan). Pendapat ini dipilih oleh Al Imam An Nawawi.

Pendapat kedua: disunnahkan dengan tangan kiri, karena siwak termasuk dalam bab menghilangkan kotoran. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

��Yang kuat dalam masalah ini adalah tidak ada dalil yang menjelaskan; apakah dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri. Seorang musim bebas memilih mana yang mudah baginya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni_hafizhahullah. Wallahu a'lam,

Masalah: Dalam bersiwak, apakah cara menggosok giginya dengan memanjang (kanan kiri) ataukah melebar (atas bawah)?

✔Jumhur ulama memandang bahwa yang utama menggosoknya dengan cara melebar. Mereka berdalil dengan hadits mursal dari 'Atho bin Abi Rabah, bahwa Rasulullah bersabda: "Apabila kalian bersiwak maka gosoklah dengan cara melebar" [HR. Al Baihaqi dan Abu Dawud dalam kitab Marasilnya, didha'ifkan Syaikh Al Albani]
Mereka juga berdalil dengan hadits Bahz bin Hakim dan hadits 'Aisyah yang semakna dengannya, semuanya tidak sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Karena tidak ada dalil satupun yang shahih yang menunjukan hal ini, maka terserah mana yang mudah bagi dia, boleh melebar maupun memanjang.

Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_29 Shafar 1435/1 Jan. 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah]��

~•~~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Senin, 26 Mei 2014

Umdahtul ahkam hadist 17

�� "FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM" 
�� HADITS KETUJUHBELAS ��
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ».
"Dari Abu Hurairah_radhiyallahu 'anhu
, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, " Seandainya aku tidak kuatir memberatkan umatku, niscaya akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat." [HR. Al Bukhari – Muslim]
�� Faedah yang terdapat dalam Hadits:

1. Bersiwak adalah perkara yang yang disunnahkan.
��Berkata Al Imam Asy Syafi'i: "Seandainya itu wajib maka niscaya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan memerintahkannya, baik memberatkan ataupun tidak."
 Ini adalah pendapat yang kuat, karena tidak ada dalil satupun yang menunjunkan atas kewajibannya. Hadits Abu Hurairah diatas merupakan dalil yang jelas menafi'kan (meniadakan) hukum wajib bersiwak.
⛔ Adapun hadits:
عَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
"Wajib atas kalian bersiwak" [HR. Ahmad]
Ini adalah hadits yang lemah, karena dalam sanadnya terdapat perowi yang bernama Ibnu lahi'ah, dia perowi yang lemah.
2. Disunnahkan atas kita dalam setiap amalan yang mendekatkan kita kepada Allah, hendaknya dalam keadaan bersih, suci dan dalam keadaan seindah-indah penampilan. Ini sebagai bentuk memulyakan ibadah tersebut."
Allah Ta'ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu (yang indah) di setiap akan menunaikan shalat." [QS. Al A'raf: 31]
��Maksudnya adalah: Hendaknya seorang muslim disaat akan menunaikan shalat maka dalam keadaan berpakaian yang menutupi aurat, bersih, rapi dan dalam keadaan suci.
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." [QS. Al Haj: 32]
3. Diantara tempat-tempat disunnahkan bersiwak adalah:
a. Ketika akan menunaikan shalat, dalilnya hadits Abu Hurairah yang telah lewat.
b. Ketika bangun tidur untuk menunaikan shalat tahajjud (sholat malam), dalillnya hadits Hudzaifah yang akan datang.
c. Ketika akan berwudhu, dalilnya hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Al Imam Malik dalam kitab Al Muwattho, dishahihkan Syaikh Al Albani.
d. Ketika akan masuk rumah, dalilnya hadits 'Aisyah yang diriwayatkan Al Imam Muslim.
e. Ketika berangkat untuk menunaikan sholat jumat, dalilnya hadits Abu Sa'id, dishahihkan Syaikh Al Albani.
4. Indahnya Agama islam dan syariatnya, padanya kemudahan tanpa ada kesulitan dan memberatkan untuk diamalkan.
Allah Ta'ala berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
" Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu keberatan." [QS. AL Haj: 78]
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." [QS. Al Baqarah: 185]
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
" Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." [QS. Alam Nasyrah: 5]
Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ»
"Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit)
Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_28 Shafar 1435/31 Des. 2013_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah ��]

Umdahtul ahkam hadist 16

�� FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 
�� HADITS KEENAMBELAS ��
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ «مَرَّ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- بِقَبْرَيْنِ، فَقَالَ: إنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا: فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ: فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا».
"Dari Abdullah bin 'Abbas_radhiyallahu anhuma, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar. Yang satu disiksa karena tidak berlindung disaat kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya diringankan selama dahan pohon ini masih basah." [HR. Al Bukhari – Muslim]
�� Faedah yang terdapat dalam Hadits:
1. Najisnya air kencing manusia, baik sedikit maupun banyak. Para ulama sepakat atas najisnya air kencing manusia. Akan datang pembahasan khusus masalah ini dalam hadits Anas yang akan datang insya Allah.
2. Wajibnya menghindarkan diri dari percikan air kencing dan menjaga aurat disaat kencing.
�� Catatan:
��Dengan hadits ini, jumhur ulama berdalil bahwa hukum istinja' atau istijmar adalah wajib. Barangsiapa tidak beristinja' setelah buang hajat maka dia berdosa, dan terancam dengan siksa kubur.
��Adapun Imam Malik dalam salah satu riwayat darinya, Abu Hanifah dan ulama yang lain berpendapat bahwa hal tersebut mustahab. Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ، مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَحْسَنَ، وَمَنْ لَا فَلَا حَرَجَ، »
"Barangsiapa yang beristinja dengan batu hendaklah dia melakukannya dengan ganjil, barangsiapa yang melakukannya maka dia telah berbuat baik dan barangsiapa yang tidak melakukannya maka tidak ada dosa baginya." [HR. Ad Darimi, Abu Dawud dan Ibnu majah, didha'ifkan oleh Syaikh Al Albani]
 Pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni_hafizhahullah.
3. Lafazh (لَا يَسْتَتِرُ) dalam hadits memiliki dua makna:
��Disaat kencing, dia tidak menghindarkan dirinya dari percikan air kencingnya, yang mana dia adalah najis.
��Disaat kencing, dia tidak menjaga auratnya, yaitu dibiarkan tersingkap.
4. Tidak menghindarkan diri dari percikan air kencingnya dan juga tidak menjaga auratnya disaat kencing merupakan sebab mendapatkan siksa kubur. Dalam riwayat yang lain termasuk juga bagi yang tidak beristinja' setelah kencing.
Dari Abu Hurairah_radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَ الْبَوْلِ»
"Mayoritas siksa yang terjadi di alam kubur adalah karena sebab kencing."
[HR. Ibnu Majah, Al Hakim dan yang lainnya, dishahihkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam kitab Al 'Ilal Al Kabir karya At Tirmidzi, Ad Daruquthni, dan Syaikh Al Albani]
5. Hendaknya seseorang yang ingin kencing memilih tempat yang aman, agar terhindar dari percikan air kencingnya.
Berkata Ibnul Qayyim_rahimahullah: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila ingin buang air kecil maka mencari tempat yang lunak, yaitu tanah yang lembek dan mudah meresap." [Zaadul Ma'aad: 1/164]
6. Haramnya perbuatan mengadu domba, dan hal tersebut merupakan sebab mendapatkan siksa kubur.
Dari Hudzaifah_radhiyallahu 'anhu berkata; aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ»
"Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba." [HR. Al Bukhari – Muslim]
7. Para ulama berbeda pendapat tentang makna:
"وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ"
��Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya: "Dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar" yaitu menurut kaca mata mereka.
��Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa maknanya: "Dan keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar" yaitu bukan sesuatu yang berat untuk dihindari.
Pendapat terakhir ini dipilih oleh Al Imam Al Baghawi, Ibnu Daqiqil 'Ied dan yang lainnya.
8. Apakah hukum menancapkan dahan kurma pada kuburan?
��Sebagian ulama berpendapat bahwa hal tersebut disunnahkan, karena hukum asal perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berlaku juga untuk umatnya, dan demikian pula Buraidah bin Al Hushaib telah berwasiat untuk hal tersebut dilakukan pada kuburannya jika dia meninggal.
��Sebagian ulama yang lainnya berpendapat bahwa tersebut tidak disyariatkan, disebabkan beberapa hal;
a. Hal ini merupakan kekhusuhan bagi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Jabir_radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنِّي مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَحْبَبْتُ، بِشَفَاعَتِي، أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا، مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ»
"Aku melewati dua kuburan yang (penghuninya) sedang diadzab. Maka aku ingin dengan syafa'atku agar mereka diringankan (dari adzab kubur) selama dahan pohon ini masih basah." [HR. Muslim]
b. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melakukan hal ini kepada kuburan yang lainnya. Dan demikian pula para Khulafa Ar Rasyidin - Abu bakr, Umar, Ustman dan Ali – dan para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang lainnya, tidak ternukilkan dari mereka bahwa mereka melakukan hal tersebut kecuali hanya Buraidah saja.
c. Adzab kubur merupakan perkara yang ghaib, tidak diketahui oleh kita. Berbeda dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dengan ijin dari Allah Ta'ala maka beliau bisa mengetahui bahwa dua penghuni kubur tersebut sedang disiksa.
d. Kalau seandainya kita lakukan hal tersebut pada suatu kuburan, berarti kita telah berprasangka buruk kepada penguhuni kubur tersebut. Karena kita menyangka bahwa penghuni kubur tersebut sedang disiksa. Bisa jadi dia sedang mendapatkan kenikmatan di kuburannya, dalam keadaan kita tidak mengetahuinya.
 Pendapat kedua adalah pendapat yang benar, bahwa menancapkan dahan kurma pada kuburan tidak disyariatkan.
Pendapat ini dipilih oleh Al Khathabi, Al Qadhi 'Iyadh dan para ulama kita seperti Syaikh bin Baz, Syaikh Al Albani, Syaikh Al 'Utsaimin, Syaikh Muqbil, Al Lajnah Ad Daimah dan Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni. Bahkan mereka mengatakan bahwa hal tersebut termasuk perbuatan bid'ah.
9. Penetapan adanya siksa kubur, ini adalah aqidah ahlussunnah wal jama'ah, berbeda dengan aqidah mu'tazilah, yang mana mereka mengingkari adanya siksa kubur.
�� Diantara dalil-dalil yang menetapkan adanya siksa kubur;
�� Firman Allah Ta'ala:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras". [QS. Ghafir; 46]

�� Hadits Abu Hurairah_radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الْآخِرِ، فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ»
"Jika salah seorang diantara kalian selesai dari tasyahhud akhir, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari empat perkara, yaitu; siksa jahannam, siksa kubur, fitnah kehidupan dan kematian, dan keburukan Al Masih Ad Dajjal." [HR. Muslim]
�� Hadits Anas, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
«لَوْلَا أَنْ لَا تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ»
"Andai kalian tidak akan ketakutan ketika saling menguburkan, niscaya aku berdoa kepada Allah agar memperdengarkan adzab kubur pada kalian." [HR. Muslim]
 Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab. 
��������������
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_24 Shafar 1435/27 Des. 2013_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah ��]

Umdahtul ahkam hadist 15

�� FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 
��HADITS KELIMABELAS��
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْحَارِثِ بْنِ رِبْعِيٍّ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ»
"
Dari Abu Qatadah Al Harits bin Rib'iy Al Anshari_radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah salah seorang di antara kalian memegang kelaminnya dengan tangan kanan pada waktu kencing. Janganlah mengusap dengan tangan kanan saat buang hajat, dan jangan bernafas di dalam bejana." [HR. Al Bukhari – Muslim]
�� Faedah yang terdapat dalam Hadits:
1. Dilarang memegang kemaluan dengan tangan kanan pada waktu kencing dan demikian pula beristinja' dengan tangan kanan. Dalil yang lain yang menunjukan larangan ini adalah hadits Salman_radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang beristinja' dengan tangan kanan. [HR. Muslim]
��Masalah: Apakah larangan tersebut bersifat haram atau makruh?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini dalam dua pendapat;
��Pendapat pertama; mengatakan haram, ini adalah pendapat Zhahiriyah dan sebagian ulama syafi'iyah dan ulama hanabilah. Dalil mereka adalah hadits Abu Qotadah dan hadits Salman diatas, yang mana dua hadits tersebut zhahirnya menunjukan keharamannya. Hukum asal sebuah larangan dalam Al Quran dan sunnah adalah bersifat haram, sampai ada dalil yang memalingkan kepada hukum makruh.
 Berkata Ibnu Daqiqil 'Ied: Zhahir larangan pada hadits tersebut adalah haram.
��Pendapat kedua; mengatakan makruh, ini adalah pendapat jumhur ulama. Mereka berkata: "larangan ini hanya dalam rangka adab saja, yaitu adab yang dituntunkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
�� Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat pertama, yaitu haram bagi seseorang pada waktu kencing memegang kemaluannya dengan tangan kanan, demikian pula disaat beristinja', karena tidak ada dalil yang memalingkan kepada hukum makruh. Pendapat ini dipilih Ash Shan'ani dan Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni.
��Masalah: Apabila beristinja' dengan tangan kanan, apakah sah atau tidak?
�� Madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama hanabilah berpendapat tidak sah. Namun pendapat yang benar adalah tetap sah, karena tidak ada dalil yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak sah, hanya saja dia berdosa atas perbuatannya tersebut. Ini adalah pendapat yang dipilih Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni.
⛔ Peringatan:
Apabila terpaksa dia menggunakan tangan kanannya untuk beristinja' karena suatu udzur (alasan) syar'i, seperti tangan kirinya buntung atau ada luka padanya, maka tidak mengapa dia beristinja' dengan tangan kanan. Allah Ta'ala berfirman:
{وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ}
"Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya." [QS. Al An'am: 119]
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." [QS. Ath Thaghabun: 16]
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" [QS. Al Baqarah: 286]
Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ، فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
"Apa yang aku larang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian." [HR. Al Bukhari - Muslim]
2. Menghindari segala sesuatu yang kotor atau najis dengan tangan. Karena tangan kanan digunakan untuk sesuatu yang bersih dan mulya, seperti makan, minum, berjabat tangan, memberi, memerima dan yang lainnya.
3. Berkata Ash Shan'ani_rahimahullah: Larangan bernafas didalam bejana (air minum) agar tidak membuat jijik orang lain, atau akan jatuh dari mulutnya atau hidungnya sesuatu yang mengotorinya. Zhahir hadits mengandung keharaman. Sedangkan jumhur membawa larangan ini dalam bab adab (makruh). [Subulus Salam: 1/123]
Petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika minum adalah bernafas diluar bejana (air minum), sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Anas_radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَنَفَّسُ فِي الْإِنَاءِ ثَلَاثًا»
"Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bernafas (ketika minum) di bejana sebanyak tiga kali." [HR. Al Bukhari-Muslim]
Diterangkan oleh jumhur ulama, bahwa yang dimaksud adalah bernafas diluar bejana, bukan didalamnya, karena hal ini dilarang.
4. Tinggi dan mulyanya syariat Islam, yang mana memerintahkan segala sesuatu yang bermanfaat dan memperingatkan dari segala sesuatu yang bermadharat.
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." [QS. Al Maidah: 3]
{وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ}
"Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." [QS. Al A'raf: 157]
 Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_20 Shafar 1435/23 Des. 2013_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah ��]

Ushul tsalasah 04

�� BELAJAR AQIDAH SHAHIHAH
DARI KITAB AL USHUL ATS TSALATSAH 
�� PELAJARAN KEEMPAT ��
�� قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:
"رَحِمَكَ الله"ُ
�� Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:
"Semoga Allah merahmatimu"
--------------------------

Penjelasan:
Perkataan Penulis_rahimahullah:
[رَحِمَكَ اللهُ]
Memberikan kepada kita beberapa faedah, diantaranya:
. Mengingatkan bahwa ilmu syariat ini merupakan bentuk rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta'ala untuk hamba-hamba-Nya tatkala mereka mau menerima dan mengamalkan ilmunya. Allah Ta'ala berfirman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ}
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". [QS. Al Anbiya: 107]
. Ilmu syar'i ini akan membawa pemiliknya untuk saling menyayangi diantara mereka. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ}
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka". [QS. Al Fath: 29]
. Ilmu ini tidak diberikan dan tidak bermanfaat melainkan untuk orang-orang yang ramah dan sayang kepada manusia. Semakin bertambah sifat ramah dan sayangnya kepada manusia, maka semakin bertambah pula pula ilmu pada dirinya. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ لَا يَرْحَمِ النَّاسَ، لَا يَرْحَمْهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ»
"Siapa yang tidak menyayangi manusia maka tidak disayangi Allah 'azza wajalla." [Muttafqun 'alaihi, dari shahabat Jarir bin Abdillah]
Oleh karena itu, apabila ada seorang yang berilmu meremehkan perkara ini, maka hal ini menunjukan dangkalnya ilmunya. Karena pada hakekatnya, ilmu syar'i akan membentuk pemiliknya bersifat lemah lembut, kasih sayang dan ramah kepada manusia. Allah Ta'ala berfirman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ}
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka". [QS. Ali 'Imran: 159]
Dan salah satu bentuk rahmat dan kasih sayangnya seorang yang berilmu adalah dia mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan yang munkar. Membimbing manusia kepada jalan yang diridhai Allah Ta'ala dan mengingatkan serta memperingatkan dari jalan-jalan yang akan menyimpangkan mereka dari Ash Shirathal Mustaqim (jalan yang lurus).
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…" [QS. Ali 'Imran:110]
Maka perkataan Penulis:
رَحِمَكَ اللهُ
"Semoga Allah merahmatimu"
Menunjukan betapa sayangnya beliau kepada umat, terkhusus kepada para penuntut ilmu. Beliau dalam kitab ini mengajari manusia tiga perkara yang agung yang akan menentukan seorang hamba selamat atau tidaknya dia dari siksa Allah.
Berkata Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh_rahimahullah: "Sering Penulis menggabungkan dalam kitabnya antara doa untuk para penuntut ilmu dan bimbingan yang beliau sampaikan dan terangkan (dalam tulisannya). Ini merupakan metode (pengajaran) yang baik, kasih sayangnya, rahmatnya kepada kaum muslimin".
Oleh karena itu, sepantasnya bagi para da'i dan juga para penuntut ilmu, ketika dia menyampaikan ilmu dalam majelis taklim atau muhadharah untuk memperhatikan dua hal:
��1. Niat yang baik, yaitu ikhlas karena Allah Ta'ala, yang mana dia niatkan dakwahnya agar manusia  selamat dari adzab Allah. Bukan karena mengharap harta manusia atau banyak pengikutnya.
Lihatlah apa yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik_radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: «أَسْلِمْ»، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: «الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ»
"Ada seorang anak kecil Yahudi yang bekerja membantu Nabi Shallallahu'alaihiwasallam menderita sakit. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjenguknya dan Beliau duduk di sisi kepalanya lalu bersabda: "Masuklah Islam". Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang berada di dekatnya, lalu bapaknya berkata,: "Ta'atilah Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wasallam". Maka anak kecil itu masuk Islam. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam keluar sambil bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari neraka". [HR. Al Bukhari]
��2. Penggunaan bahasa yang baik, dengan disertai doa untuk para pendengarnya agar Allah merahmati dan memberkahi mereka.
Lihatlah apa yang telah dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ketika beliau mengajari ilmu kepada Mu'adz bin Jabal_radhiyallahu 'anhu, beliau bersabda sambil menggandeng tangan Mu'adz:
«يَا مُعَاذُ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ»، فَقَالَ: " أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
"Wahai Mu'adz, demi Allah, aku mencintaimu, demi Allah, aku mencintaimu" Kemudian beliau berkata: "Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan, "ALLAAHUMMA A'INNII 'ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI 'IBAADATIK" (Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadaMu serta beribadah kepadaMu dengan baik). [HR. Abu Dawud, dishahihkan Syaikh Al Albany dan Syaikh Muqbil]
Allah Akbar!!!
Betapa indahnya metode dakwah yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya. Sungguh benar-benar apa yang Allah firmankan:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [QS. Al Ahzab: 21]
Ini merupakan metode dakwah yang sangat bagus, yang sepantasnya seorang da'i dan juga para penuntut ilmu untuk berhias dan beramal dengannya. Barangsiapa berdakwah dengan mengikuti metode dan manhaj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam berdakwah, maka pasti dia akan memperoleh kesuksesan sebagaimana suksesnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dalam membimbing umatnya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah_rahimahullah: "Para Imam Ahlus Sunnah dan Jama'ah dan para ahli ilmu dan iman, pada diri mereka: Ilmu, kasih sayang dan sifat adil".
�� CATATAN:
��Disebutkan pula oleh sebagian para ulama bahwa pada kalimat (رَحِمَكَ اللهُ) terkandung didalamnya makna: "Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu, dan menjagamu dari perbuatan dosa dimasa mendatang. Karena sesungguhnya kalimat Rahmat apabila bersendirian maka terkandung padanya permohonan pengampunan dosa yang telah lalu."
��Dan juga diantara kandungan perkataan Penulis (رَحِمَكَ اللهُ) adalah:
"Aku memohon kepada Allah, untuk menurunkan rahmat-Nya kepadamu, sehingga dengan rahmat tersebut kamu dapat mencapai apa yang kamu cita-citakan, dan kamu selamat dari apa yang tidak kamu sukai."
Semoga Allah Ta'ala senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga dengannya kita dapat mencapai apa yang kita cita-citakan, yaitu mendapatkan keridhaan dan Jannah-Nya dan melindungi kita semua dari segala bentuk perbuatan dosa.
Wallahul muwaffiq ilash Shawab.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 8 Rabi'uts Tsani 1435/ 8 Pebruari 2014_di Daarul Hadits_Al Fiyusy_Harasahallah ��]
➖������➖
 FORUM KIS 

Ushul tsalasah 03

�� BELAJAR AQIDAH SHAHIHAH
DARI KITAB AL USHUL ATS TSALATSAH 
 PELAJARAN KETIGA 
 قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:
"اعْلمْ!"
 Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:
"Ketahuilah! …"
---------------------rqu
---
 Penjelasan:
 Perkataan Penulis_rahimahullah:
[ اعلمْ ]
�� Kalimat (اعْلمْ) berasal dari kalimat (الْعِلْمُ), hal ini menunjukan bahwa agama Islam dan syariat-syariatnya adalah ilmu dengan hujjah dan bayan (penjelasan), bukan dengan dugaan dan bukan pula dengan perasaan atau akal-akalan.
Demikian pula apa yang akan disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab_rahimahullah dalam kitab ini berupa ilmu Aqidah Shahihah dengan hujjah dan bayan yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, bukan berasal dari rekaan, akal atau perasaan beliau.
�� Berkata Syaikh Hafizh Hakamy: "Kalimat ini (اعْلمْ) didatangkan (diawal pembicaraan) untuk menggugah perhatian dan (memberikan) motivasi untuk menghayati apa yang (disampaikan) setelahnya."
�� Oleh karena itu Allah Ta'ala dalam Al Quran memulai dengan kalimat ini dalam perkara-perkara yang agung dan perkara-perkara yang penting, agar hamba-hambaNya memperhatikan daan menghayati ayat-ayat tersebut, diantaranya:
{فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ}
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan yang berhak disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.." [QS. Muhammad: 19]
{اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ}
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." [QS. Al Hadid: 20]
�� Oleh karena itu, sepantasnya seorang da'i dan juga para pelajar ketika akan berbicara suatu perkara yang penting untuk memulai diawal pembicaraannya dengan menggunakan ibarat-ibarat yang dapat menggugah perhatian manusia yang diajak bicara, agar mereka konsentrasi dan menghayati apa yang disampaikan. Karena pendengar butuh ibarat-ibarat yang dapat menggerakan konsentrasinya sehingga menjadi benar-benar perhatian dalam mendengarkan pembicaraan.
�� Hal ini juga telah dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ketika berkata dengan para shahabat_radhiyallahu 'anhum, diantaranya:
«أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟»
"Maukah kalian untuk aku beritahukan tentang dosa-dosa terbesar?" [Muttafaqun 'Alaihi, dari shahabat Anas]
«أَتَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟»
"Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian?" [HR. Al Bukhary-Muslim, dari shahabat Zaid bin Khalid Al Juhany ]
«أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟»
"Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" [HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah]
�� Sekali lagi, maksud dari ini semua adalah adalah agar para pendengar bersiap-siap untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan dan menghayatinya, sehingga tidak melamun pikirannya kepada perkara yang lain.
Ini semua termasuk dalam bab memimilih kalimat-kalimat yang tepat ketika mengawali suatu pembicaraan.
Wallahu a'lam bish shawab!
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 29 Rabi'ul Awwal 1435/ 30 Januari 2014_di Daarul Hadits_Al Fiyusy_Harasahallah ��]
